Selasa, 15 Januari 2013

...Akhirnya, kamu.

Awalnya kamu, si putih yang sudah pergi jauh.

Sifatmu yang kekanak-kanakan 
dan tingkah bodohmu itu...
Mungkin (aku bilang mungkin) membuatku tertarik padamu kala itu.  
Aku saja tidak percaya aku bisa tertarik pada orang sepertimu.

Ibumu mengerikan. 
Wajahnya seolah-olah menunjukkan 
bahwa ia akan memukulku dengan rotan jika mendekatimu. 
Itu hanya persepsi pribadiku, entahlah. 

Hampir tiap orang yang mengenal kita
menganggap kita sepasang kekasih. 
Yang benar saja! 
Bahkan kita belum menginjak kelas 1 SD saat itu.

Waktu berlalu, 
aku melupakanmu.
Karena melupakanmu memang mudah saja. 
Aku dan kamu selalu dipisahkan dinding kelas, 
aku dan kamu nyaris tak pernah bertegur sapa. 

Semua telah berlalu.
Kamu hanya kenangan.
Bertahun-tahun aku tak pernah lagi menemuimu
tapi anak tetangga masih saja menanyakan kabarmu padaku, 
seolah-olah aku ini memang kekasihmu.   

Lalu kamu, si murah-senyum sang pemeriah suasana.

Tinggi dan pandai, 
humoris dan menyenangkan. 
Kurasa bukan hanya aku saja
yang tertarik pada pria sepertimu. 

Namun jarak antara aku dan kamu 
terpaut terlalu jauh. 
Mungkin yang kamu ketahui tentangku
hanyalah nama dan sosokku. 

Begitu, 
hanya begitu saja hubunganku denganmu. 
Hingga tiba saatnya 
kamu menemukan gadis yang membuatmu jatuh cinta. 

Hal itu tidak membuatku terguncang, 
justru membuatku tenang. 
Karena dengan begitu, 
akan lebih mudah bagiku melupakanmu. 

Semua telah berlalu.
Kamu hanya kenangan.
Tapi kamu tidak berubah.
Aku masih saja tertawa tiap kali berbicara denganmu.

Kemudian kamu, si hitam yang sok keren. 

Aku tak pernah ingin mengenalmu, 
aku benci ditakdirkan bertemu denganmu. 
Kenapa harus kamu?

Tak ada yang bisa kukagumi darimu, 
lebih-lebih kubanggakan. 
Tak pernah kulakukan apapun 
untuk membuatmu bertekuk lutut padaku. 

Tapi kenapa tiba-tiba saja 
pintu hatimu yang terbuka kala itu, 
kautetapkan sebagai milikku?

Memangnya kamu siapa, 
berani-beraninya mengetuk pintu hatiku 
dan memaksaku membukakannya?

Meskipun aku sempat goyah,
aku tidak sebodoh itu
untuk membukakan pintu hatiku untukmu. 
Kamu hanya bisa berdiri di ambang pintu,
lelah menunggu dan jenuh menanti,
dan akhirnya mencari pintu hati lain untuk kauketuk. 

Semua telah berlalu.
Kamu hanya kenangan.
Aku tak pernah lagi mengucap kata padamu,
meski kadangkala sosokmu masih saja tertangkap oleh kedua bola mataku.

Selanjutnya kamu, si ikal artis kampung sebelah.

Kamu pun sama saja! 
Kenapa harus kamu?
Ya, Tuhan. Kenapa harus dia?

Dan kenapa pula harus aku 
yang menawan hatimu saat itu?
Membuatmu tersenyum padaku,
seolah ingin membuatku 
ikut merasakan apa yang kaurasakan...

Tidak. Kukatakan tidak. 
Aku tidak mau!
Aku tidak mau jatuh di lubang yang sama... 

Tapi waktu berkata lain, 
seiring ia berjalan, 
ia memaksaku mengagumimu, 
meski hanya sesaat.

Semua telah berlalu.
Kamu hanya kenangan.
Hanya perasaanku saja
atau kamu memang masih menganggapku istimewa?

Dan kamu! Paijoku yang dulu, Tansurku yang sekarang.


Padahal yang dulu kuketahui tentangmu 
hanya nama dan sosokmu. 
Namun mengapa jatuh cinta denganmu begitu mudah?
Sulit dimengerti. 

Kukira kamu akan berakhir sama dengan mereka yang telah lalu. 
Kukira kamu akan menghadiahiku berjuta harapan, 
lalu mengenyahkan semuanya hingga lenyap tanpa bekas.  
Tapi kamu berbeda... 

Mereka tak pernah membuatku benar-benar jatuh cinta. 
Hanya kamu. 
Ya... Akhirnya, kamu. 

Kurasa belum pernah ada pria yang membuatku jatuh cinta sepandai kamu.
Kurasa belum pernah ada pria yang mencintaiku setulus kamu. 
Dan kurasa belum pernah ada pria yang bisa membuatku menangis sehebat kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar